Sabtu, 21 April 2012

Iman Taufik : Kendala Non Teknis Penyebab Lemahnya Daya Saing Produk Dalam Negeri


Banyak industri di dalam negeri yang kini mampu memenuhi kebutuhan produk/jasa di dalam negeri dan mancanegara, baik menyangkut segi kualitas maupun kuantitas. Namun sering kali para pengguna produk tersebut, khususnya di dalam negeri sendiri lebih memilih untuk menggunakan produk/jasa buatan luar negeri. Bukan karena produk/jasa tersebut tidak bisa memenuhi standard spesifikasi yang dipersyaratkan pihak pengguna, tetapi karena banyaknya kendala non teknis.


Kendala non teknis inilah yang kini menjadi penyebab utama lemahnya daya saing produk Indonesia baik di pasar domestik maupun di pasar global. Sebab, dari sisi teknologi produk (product technology) maupun teknologi manufaktur (manufacturing technology), banyak industri di dalam negeri yang sudah mampu menguasainya. Apalagi, dalam dunia industri unsur sentuhan teknologi itu pada prinsipnya tidak banyak berbeda dengan sebuah produk mengingat teknologi bisa dengan mudah dibeli. Namun setinggi apapun teknologi yang dipergunakan, selama kendala non teknis tersebut tidak segera diatasi, maka selama itu pula lah produk/jasa Indonesia akan sulit bersaing dalam memenuhi permintaan pasar lokal maupun ekspor.

Fakta itulah yang kini menjadi keprihatinan mendalam bagi Iman Taufik, salah seorang tokoh pelaku industri nasional yang sukses dalam membangun dan mengembangkan PT Gunanusa Utama Fabricators dan PT Tripatra Engineering, dua perusahaan industri rekayasa terkemuka di tanah air saat ini.

Iman menjelaskan kendala non teknis dimaksud antara lain adalah masih rendahnya akses pemasaran, akses informasi, dan belum terbukanya kesempatan bagi perusahaan nasional dalam menangani proyek-proyek Engineering, Procurement and Construction (EPC). Selain itu, masih maraknya pungutan liar, korupsi, kolusi dan nepotisme, rumitnya masalah perpajakan dan lemahnya infrastruktur serta belum terciptanya iklim usaha yang kondusif dan bersahabat bagi para pelaku usaha telah mengakibatkan industri di dalam negeri kehilangan daya saingnya.

Menurut Iman, data terakhir yang dilansir IMD World Competitiveness Yearbook 2006 menyebutkan daya saing Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini terus memperlihatkan penurunan dari posisi ke-47 pada tahun 2002 menjadi di posisi ke-60 pada tahun 2006. Posisi tersebut berada jauh di bawah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.


Pemerintah dan seluruh stakeholder industri nasional, kata Iman, seharusnya terus memonitor kondisi daya saing industri di dalam negeri dan menganalisa berbagai penyebab terjadinya penurunan daya saing ekonomi Indonesia itu. Dengan terus dimonitornya perkembangan daya saing tersebut maka pemerintah dan seluruh stakeholder terkait di dalam negeri akan dapat segera mengetahui masalah yang terjadi agar dapat segera diupayakan pemecahannya.

“Kekalahan industri nasional dalam peta daya saing dunia saat ini sebetulnya tidak terletak pada penguasaan teknologi. Sebab teknologi sebetulnya sudah banyak yang kita kuasai. Bahkan saya sangat terkagum-kagum ketika menyaksikan sebuah usaha kecil menengah (UKM) di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah mampu membuat mesin diesel yang produknya dipamerkan di sela-sela peringatan Hari Koperasi di Pekalongan belum lama ini,” tutur Iman.

Selama ini, tambah Iman, masyarakat Indonesia sering kali salah kaprah dalam menyikapi perkembangan dan kemajuan teknologi. Bahkan seringkali masyarakat mendewakan perkembangan teknologi. Padahal teknologi itu tidak ada bedanya dengan sebuah produk hasil industri yang bisa diperjualbelikan kapan saja dan dimana saja.

Menurut Iman, instansi pemerintah dan perusaahaan BUMN di dalam negeri yang memiliki rencana membangun instalasi tertentu cenderung lebih mempercayakan proyek pembangunannya kepada perusahaan asing. Dengan alasan tidak mempunyai pengalaman dalam proyek serupa atau tidak menguasai teknologinya, instansi pemerintah atau BUMN tersebut lebih memilih perusahaan asing dalam pengerjaan proyeknya.


Iman mencontohkan perusahaanya, PT Gunanusa Utama Fabricators yang selama ini banyak menangani proyek-proyek EPC untuk pembangunan anjungan lepas pantai (offshore platform) berbagai perusahaan asing terkemuka di sektor minyak dan gas, tidak pernah dipercaya menangani proyek EPC dari BUMN migas nasional. Padahal volume maupun nilai proyek yang ditangani PT Gunanusa Utama Fabricators selama ini mencapai ratusan juta US$ setiap tahunnya.

“Seharusnya pemerintah dan perusahaan BUMN memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada perusahaan di dalam negeri untuk menangani proyek-proyek pembangunan di lingkungannya, walaupun perusahaan lokal tersebut belum memiliki pengalaman. Sebab, kalau tidak pernah diberi kesempatan, kapan perusahaan itu memiliki pengalaman menangani proyek-proyek seperti itu,” tutur Iman.

Kondisi tersebut, tegas Iman, memperlihatkan bahwa upaya pemberdayaan produksi dalam negeri yang dilakukan pemerintah selama ini masih sebatas hanya slogan. Sebab, fakta di lapangan memperlihatkan bahwa program penggunaan produk dalam negeri memang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Iman mengharapkan pemerintah lebih kongkrit lagi dalam menjalankan program penggunaan produk dalam negeri, tidak hanya sekadar slogan-slogan seperti dilakukan selama ini.

“Upaya untuk lebih mengkongkritkan program penggunaan produk dalam negeri kini memang sudah mulai terlihat khususnya dalam proyek-proyek pengadaan barang/jasa di lingkungan intansi pemerintah, BUMN, BUMD dll. Hal itu terlihat dengan dikeluarkannya sejumlah kebijakan pemerintah menyangkut program tersebut. Namun harus kita akui masih diperlukan upaya yang lebih keras lagi dari seluruh jajaran pemerintah agar program tersebut bisa berjalan dengan baik,” demikian Iman.


Kesimpulan :
Kendala Non Teknis sering kali menjadi penyebab utama lemahnya daya saing produk Indonesia baik di pasar domestik maupun di pasar global. Faktor-faktor yang menyebabkan Kendala Non Teknis, antara lain :
  1. Masih rendahnya akses pemasaran dan akses informasi.
  2. Belum terbukanya kesempatan bagi perusahaan nasional dalam menangani proyek-proyek Engineering, Procurement and Construction (EPC).
  3. Masih maraknya pungutan liar, korupsi, kolusi, nepotisme.
  4. Rumitnya masalah perpajakan.
  5. Lemahnya infrastruktur.
  6. Belum terciptanya iklim usaha yang kondusif.
Seharusnya Pemerintah dan seluruh stakeholder industri nasional terus memonitor kondisi daya saing industri di dalam negeri dan menganalisa berbagai penyebab terjadinya penurunan daya saing ekonomi Indonesia. Dengan terus dimonitornya perkembangan daya saing tersebut maka pemerintah dan seluruh stakeholder terkait di dalam negeri akan dapat segera mengetahui masalah yang terjadi agar dapat segera diupayakan pemecahannya. Selain itu, pemerintah dan perusahaan BUMN semestinya memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada perusahaan di dalam negeri untuk menangani proyek-proyek pembangunan di lingkungannya, walaupun perusahaan lokal tersebut belum memiliki pengalaman. Sebab, kalau tidak pernah diberi kesempatan, kapan perusahaan itu memiliki pengalaman menangani proyek-proyek Engineering, Procurement and Construction (EPC).

Referensi :
  1. Majalah KINA Edisi 4 2008
  2. http://arifh.blogdetik.com/iman-taufik-kendala-non-teknis-penyebab-lemahnya-daya-saing-produk-dalam-negeri/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar