Rabu, 25 April 2012

IDENTIFIKASI PELUANG USAHA BARU




Orientasi Eksternal dan Internal 

Keinginantahuan dan minat pada apa yang terjadi di dunia merangsang orientasi Eksternal.
Orientasi Internal merangsang penggunaan sumber daya-sumber daya pribadi untuk mengidentifikasi peluang venture baru.

Orientasi Eksternal di dapat dari :

1.      Konsumen.
Pemakaian barang dan/atau jasa untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain, memenuhi kebutuhan mereka yang mungkin belum terpenuhi oleh produk/jasa yang telah ada. Contohnya : kita tahu bahwa konsumen menginginkan adanya jasa pendidikan untuk anak-anak yang dibuat secara customize/khusus.

2.      Perusahaan yang sudah ada.
Melakukan pengamatan terhadap usaha-usaha yang kira-kira bisa diterima oleh pasar dan melakukan modifikasi atas usaha tersebut sehingga punya keunggulan yang lebih. Contohnya : kita tahu bahwa batik ternyata sedang di gemari oleh masyarakat, maka kita bisa membuka usaha toko atau produsen batik, tetapi dengan penambahan value tertentu (merek atau rancangan yang menarik). Perlu diingat, meskipun kita seakan-akan mencontoh dari usaha yang telah ada, kita tetap harus tunduk dengan aturan yang berlaku, misalnya aturan tentang hak paten.

3.      Saluran Distribusi.
Lokasi kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen, sehingga penggunanya sesuai dengan yang di perlukan. Mendapatkan ide usaha/produk baru dari saluran distrbusi karena merekalah yang langsung berhubungan dengan konsumen sehingga biasanya lebih paham tentang keinginan konsumen. Contohnya : Saat ini kita sudah memproduksi keripik yang dititipkan ke warrung-warung (warung di sini termasuk saluran distribusi), maka kita bisa meminta masukan dari si pemilik warung, kira-kira jenis jajanan apalagi yang di sukai oleh konsumen.

4.      Pemerintah.
Ide usaha bisa di dapat dari berbagai macam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Contohnya : Pemerintah mengeluarkan larangan ekspor rotan masuk, maka kita bisa mendirikan usaha pengolahan rotan. Dengan adanya larangan peraturan yang dibuat pemerintah tersebut memacu kita untuk berwirausahaan dan peranan pemerintah juga di perlukan.

5.      Penelitian dan Pengembangan
Usaha baru seringkali didapat dari hasil penelitian dan pengembangan yang berhasil menemukan produk baru. Contohnya : Kita berhasil menemukan cara untuk membuat brownies yang enak dari ubi, maka kita bisa mengembangkan penemuan tersebut sebagai usaha baru.

Orientasi Internal di dapat dari :

Tiga tahap penggunaan sumberdaya-sumberdaya internal, yaitu :
  1. Analisa konsep hingga bisa terdefinisi dengan jelas, termasuk penguraian masalah yang perlu di pecahkan. 
  2. Penggunaan daya ingat untuk menemukan kesamaan dan unsur-unsur yang nampaknya berhubungan dengan konsep dan masalah-masalahnya. 
  3. Rekombinasi unsur-unsur tersebut dengan cara baru dan bermanfaat untuk memecahkan masalah-masalah dan membuat konsep dasar bisa di praktekkan.


PROSES INOVASI :

1.      Wirausahawan melihat adanya kebutuhan.
2.      Mengumpulkan data dan mendefinisikan konsep-konsep.
3.      Menguraikan masalah-masalah.
4.      Menggunakan daya ingat untuk mencari kesamaan.
5.      Menemukan kesamaan dan gagasan yang berhubungan.
6.      Melihat bagaimana menggabungkan kesamaan dan gagasan yang berhubungan.
7.      Mencari pemecahan sementara.
8.      Meneliti pemecahan dengan hati-hati.
9.      Bergerak terus jika semuanya baik.
10.  Mencapai keberhasilan.


JENIS-JENIS INOVASI :

1.      Jenis inovasi terobosan.
Dasar inovasi lebih lanjut dalam suatu bidang, inovasi tersebut harus sedapat mungkin dilindungi oleh paten yang kuat, rahasia perdagangan dan hak cipta. Inovasi terobosan meliputi berbagai seperti penisilin, mesin uap, computer, pesawat terbang, mobil, internet, dan nanotektologi.

2.      Jenis inovasi teknologi.
Munculnya lebih sering bila dibandingkan dengan inovasi terobosan dan pada umumnya tidak berada tingkat yang sama dengan penemuan ilmiah dan kemajuan. Meski demikian, inovasi-inovasi yang sangat berarti, karena inovasi tersebut benar-benar menawarkan kemajuan di area produk atau pasar.

3.      Jenis inovasi biasa
Merupakan inovasi yang paling sering muncul. Inovasi yang jumlahnya lebih banyak ini biasanya mengembangkan inovasi teknologi menjadi produk atau jasa yang lebih baik atau inovasi yang memiliki daya tarik pasar yang berbeda biasanya lebih baik. Inovasi ini berasal dari analisis dan daya tarik pasar, bukannya dorongan teknologi. Dengan perkataan lain. Pasar memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap inovasi (daya tarik pasar) bila dibandingkan dengan teknologi ( dorongan teknologi ).

Sumber Gagasan Bagi Produk dan Jasa Baru, yaitu :

1.      Kebutuhan akan sumber penemuan.
2.      Hobi atau kesenangan pribadi.
3.      Mengamati kecenderungan-kecenderungan.
4.      Mengamati kekurangan-kekurangan produk dan jasa yang ada.
5.      Mengapa tidak terdapat ?
6.      Kegunaan lain dari barang-barang biasa.
7.      Pemanfaat produk dari perusahaan lain.

Proses Perencanaan dan Pengembangan Produk :

1.      Tahap Gagasan.
Proses pengembangan produk baru berawal dari pencarian ide. Ide produk baru dapat berasal dari sejumlah sumber, misalnya depatemen riset dan pengembangan, konsumen, ilmuwan, pesaing, karyawan ( terutama wiraniaga ), anggota saluran distribusi ( distributor ), dan manajemen puncak. Biasanya gagasan muncul dari sisi teknologi pemisahan cenderung akan dirumuskan dalam technological terms (misalnya, gagasan mobil baru didasarkan pada desain yang diperbaiki untuk aerodinamis) atau karakteristik fisik (seperti ponsel baru yang lebih ringan dan kecil). Bila gagasan berasal dari konsumen atau distributor, kecenderungannya adalah bahwa ide tersebut di jabarkan dalam konteks manfaat pemecahan masalah (misalnya, koper atau tas yang dapat mudah di masukkan ke dalam overhead compartment di pesawat). Oleh sebab itu, konsep produk baru harus dinyatakan dalam dua aspek, yaitu :

a.       Spesifikasi manfaat yang bakal diterima oleh para pelanggan potensial.
b.      Definisi atribut fisik atau teknologi yang dapat menghasilkan manfaat-manfaat tersebut.

2.      Tahap Konsep
Tahap penyaringan ide terdiri atas sejumlah aktivitas yang dirancang untuk mengevaluasi suatu konsep produk baru. Konsekuensinya, akan ada banyak konsep baru yang dieliminasi dalam tahap ini. Setidaknya, informasi yang diperoleh dalam tahap penyaringan dapat membantu pihak manajemen untuk :

a.       Memproyeksikan tingkat permintaan potensial,
b.      Mengidentifikasi peluang keberhasilan produk,
c.       Memperkitakan tingkat kanibalisasi.

3.      Tahap Pengembangan Produk.
Ide-ide yang menarik harus disempurnakan menjadi konsep produk yang dapat diuji. Ada perbedaan antara ide produk, konsep produk, dan citra produk. Yang dinamakan ide produk adalah produk yang mungkin ditawarkan perusahaan ke pasar. Konsep produk merupakan versi yang lebih rinci dari suatu ide yang dinyatakan dalam istilah yang dimengerti konsumen. Sedangkan citra produk ialah gambaran khusus yang diperoleh konsumen mengenai produk yang masih potensial ataupun yang sudah aktual. Pengembangan produk merupakan upaya teknis yang mengubah suatu konsep menjadi produk nyata (working product).

4.      Tahap Uji Pemasaran.
Tujuan tahap ini adalah untuk :

    1. Memberikan penilaian yang lebih rinci mengenai peluang sukses produk baru, 
    2. Mengidentifikasikan penyesuaian-penyesuaian akhir yang dibutuhkan untuk produk, dan
    3. Menetapkan elemen-elemen penting dalam program pemasaran yang akan digunakan untuk memperkenalkan produk di pasar.

5.      Tahap Komersialisasi
Tahap komersialisasi menyaangkut perencanaan dan pelaksanaan strategi peluncuran (launching strategy) produk baru ke pasar.

Produk yang sesuai untuk Perusahaan Kecil 
Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan kecil untuk penciptaan suatu produk, yaitu :
  1. Untuk pemilihan produk, perusahaan harus memperhatikan pada sumber daya uang, tenaga kerja dan fasilitas yang dimiliki. 
  2. Pemilihan segmen pasar yang memungkinkan. 
  3. Untuk produk atau proses yang disuplai kepada perusahaan lain hendaknya sangat kecil volumenya sehingga tidak menarik minat para pelanggannya untuk memproduksinya sendiri. 
  4. Tingginya nilai tambah. Keuntungan harus lebih besar dari biaya.
  5. Rentang waktu yang diperlukan untuk penyelesaian produk atau proses.

Arti Penting Orientasi Pemasaran

a.       Penyebab gagalnya bisnis kecil adalah kurangnya penjualan dan kurangnya daya saing.
b.      Wirausahawan harus berorientasi konsumen.

Matriks Produk Pasar

5 Langkah untuk merumuskan tujuan bauran produk-pasar, yaitu :

  1. Pemeriksaan kecenderungan penting dalam lingkungan bisnis dari daerah produk-pasar. 
  2. Pemeriksaan kecenderungan pertumbuhan dan kecenderungan keuntungan. 
  3. Pemisahan bidang produk-pasar yang akan menarik ke depan maupun daerah yang akan tertarik. 
  4. Pertimbangan mengenai kebutuhan atau diperlukannya tambahan produk atau daerah pasaran baru pada bauran. 
  5. Derivasi profil bauran produk-pasar optimum namun realistis didasarkan pada kesimpulan yang dicapai pada langkah 1 sampai 4.

Matriks Produk - Pasar

                        Yang Ada                                                       Baru
Penetrasi Pasar Yang Meningkat
Diversifikasi Pasar
Diversifikasi Produk/Jasa
Inovasi :
Produk/Jasa Baru atau Diversifikasi Pasar


Kegagalan Didalam Memilih Peluang Bisnis Baru

a.       Kurangnya Obyektivitas.
b.      Kurangnya kedekatan dengan pasar.
c.       Pemahaman kebutuhan teknis yang tidak memadai.
d.      Diabaikannya kebutuhan finansial
e.       Kurangnya diferensiasi produk.
f.       Pemahaman terhadap masalah-masalah hukum yang tidak memadai.

Peluncuran Usaha Baru

Yang harus dilakukan oleh wirausahawan adalah :

  1. Mempertahankan sikap obyektivitas dan selalu mencari gagasan bagi produk atau jasa. 
  2. Dekat dengan segmen pasar yang ingin dimasuki. 
  3. Memahami persyaratan teknis dari produk atau proses. 
  4. Menelusuri secara mendetail kebutuhan finansial bagi pengembangan dan produksi.  
  5. Mengetahui kendala hukum yang diterapkan pada produk atau jasa. 
  6. Menjamin bahwa produk/jasa menawarkan keuntungan tertentu yang membedannya dari pesaing. 
  7. Melindungi gagasan kreatif melalui hak paten, hak cipta, merek dagang dan merek jasa.


Referensi :

  1. http://elearning.gunadarma.ac.id
  2. http://thesonofdevil.wordpress.com/2011/01/04/identifikasi-peluang-usaha-baru/









Sabtu, 21 April 2012

Iman Taufik : Kendala Non Teknis Penyebab Lemahnya Daya Saing Produk Dalam Negeri


Banyak industri di dalam negeri yang kini mampu memenuhi kebutuhan produk/jasa di dalam negeri dan mancanegara, baik menyangkut segi kualitas maupun kuantitas. Namun sering kali para pengguna produk tersebut, khususnya di dalam negeri sendiri lebih memilih untuk menggunakan produk/jasa buatan luar negeri. Bukan karena produk/jasa tersebut tidak bisa memenuhi standard spesifikasi yang dipersyaratkan pihak pengguna, tetapi karena banyaknya kendala non teknis.


Kendala non teknis inilah yang kini menjadi penyebab utama lemahnya daya saing produk Indonesia baik di pasar domestik maupun di pasar global. Sebab, dari sisi teknologi produk (product technology) maupun teknologi manufaktur (manufacturing technology), banyak industri di dalam negeri yang sudah mampu menguasainya. Apalagi, dalam dunia industri unsur sentuhan teknologi itu pada prinsipnya tidak banyak berbeda dengan sebuah produk mengingat teknologi bisa dengan mudah dibeli. Namun setinggi apapun teknologi yang dipergunakan, selama kendala non teknis tersebut tidak segera diatasi, maka selama itu pula lah produk/jasa Indonesia akan sulit bersaing dalam memenuhi permintaan pasar lokal maupun ekspor.

Fakta itulah yang kini menjadi keprihatinan mendalam bagi Iman Taufik, salah seorang tokoh pelaku industri nasional yang sukses dalam membangun dan mengembangkan PT Gunanusa Utama Fabricators dan PT Tripatra Engineering, dua perusahaan industri rekayasa terkemuka di tanah air saat ini.

Iman menjelaskan kendala non teknis dimaksud antara lain adalah masih rendahnya akses pemasaran, akses informasi, dan belum terbukanya kesempatan bagi perusahaan nasional dalam menangani proyek-proyek Engineering, Procurement and Construction (EPC). Selain itu, masih maraknya pungutan liar, korupsi, kolusi dan nepotisme, rumitnya masalah perpajakan dan lemahnya infrastruktur serta belum terciptanya iklim usaha yang kondusif dan bersahabat bagi para pelaku usaha telah mengakibatkan industri di dalam negeri kehilangan daya saingnya.

Menurut Iman, data terakhir yang dilansir IMD World Competitiveness Yearbook 2006 menyebutkan daya saing Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini terus memperlihatkan penurunan dari posisi ke-47 pada tahun 2002 menjadi di posisi ke-60 pada tahun 2006. Posisi tersebut berada jauh di bawah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.


Pemerintah dan seluruh stakeholder industri nasional, kata Iman, seharusnya terus memonitor kondisi daya saing industri di dalam negeri dan menganalisa berbagai penyebab terjadinya penurunan daya saing ekonomi Indonesia itu. Dengan terus dimonitornya perkembangan daya saing tersebut maka pemerintah dan seluruh stakeholder terkait di dalam negeri akan dapat segera mengetahui masalah yang terjadi agar dapat segera diupayakan pemecahannya.

“Kekalahan industri nasional dalam peta daya saing dunia saat ini sebetulnya tidak terletak pada penguasaan teknologi. Sebab teknologi sebetulnya sudah banyak yang kita kuasai. Bahkan saya sangat terkagum-kagum ketika menyaksikan sebuah usaha kecil menengah (UKM) di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah mampu membuat mesin diesel yang produknya dipamerkan di sela-sela peringatan Hari Koperasi di Pekalongan belum lama ini,” tutur Iman.

Selama ini, tambah Iman, masyarakat Indonesia sering kali salah kaprah dalam menyikapi perkembangan dan kemajuan teknologi. Bahkan seringkali masyarakat mendewakan perkembangan teknologi. Padahal teknologi itu tidak ada bedanya dengan sebuah produk hasil industri yang bisa diperjualbelikan kapan saja dan dimana saja.

Menurut Iman, instansi pemerintah dan perusaahaan BUMN di dalam negeri yang memiliki rencana membangun instalasi tertentu cenderung lebih mempercayakan proyek pembangunannya kepada perusahaan asing. Dengan alasan tidak mempunyai pengalaman dalam proyek serupa atau tidak menguasai teknologinya, instansi pemerintah atau BUMN tersebut lebih memilih perusahaan asing dalam pengerjaan proyeknya.


Iman mencontohkan perusahaanya, PT Gunanusa Utama Fabricators yang selama ini banyak menangani proyek-proyek EPC untuk pembangunan anjungan lepas pantai (offshore platform) berbagai perusahaan asing terkemuka di sektor minyak dan gas, tidak pernah dipercaya menangani proyek EPC dari BUMN migas nasional. Padahal volume maupun nilai proyek yang ditangani PT Gunanusa Utama Fabricators selama ini mencapai ratusan juta US$ setiap tahunnya.

“Seharusnya pemerintah dan perusahaan BUMN memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada perusahaan di dalam negeri untuk menangani proyek-proyek pembangunan di lingkungannya, walaupun perusahaan lokal tersebut belum memiliki pengalaman. Sebab, kalau tidak pernah diberi kesempatan, kapan perusahaan itu memiliki pengalaman menangani proyek-proyek seperti itu,” tutur Iman.

Kondisi tersebut, tegas Iman, memperlihatkan bahwa upaya pemberdayaan produksi dalam negeri yang dilakukan pemerintah selama ini masih sebatas hanya slogan. Sebab, fakta di lapangan memperlihatkan bahwa program penggunaan produk dalam negeri memang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Iman mengharapkan pemerintah lebih kongkrit lagi dalam menjalankan program penggunaan produk dalam negeri, tidak hanya sekadar slogan-slogan seperti dilakukan selama ini.

“Upaya untuk lebih mengkongkritkan program penggunaan produk dalam negeri kini memang sudah mulai terlihat khususnya dalam proyek-proyek pengadaan barang/jasa di lingkungan intansi pemerintah, BUMN, BUMD dll. Hal itu terlihat dengan dikeluarkannya sejumlah kebijakan pemerintah menyangkut program tersebut. Namun harus kita akui masih diperlukan upaya yang lebih keras lagi dari seluruh jajaran pemerintah agar program tersebut bisa berjalan dengan baik,” demikian Iman.


Kesimpulan :
Kendala Non Teknis sering kali menjadi penyebab utama lemahnya daya saing produk Indonesia baik di pasar domestik maupun di pasar global. Faktor-faktor yang menyebabkan Kendala Non Teknis, antara lain :
  1. Masih rendahnya akses pemasaran dan akses informasi.
  2. Belum terbukanya kesempatan bagi perusahaan nasional dalam menangani proyek-proyek Engineering, Procurement and Construction (EPC).
  3. Masih maraknya pungutan liar, korupsi, kolusi, nepotisme.
  4. Rumitnya masalah perpajakan.
  5. Lemahnya infrastruktur.
  6. Belum terciptanya iklim usaha yang kondusif.
Seharusnya Pemerintah dan seluruh stakeholder industri nasional terus memonitor kondisi daya saing industri di dalam negeri dan menganalisa berbagai penyebab terjadinya penurunan daya saing ekonomi Indonesia. Dengan terus dimonitornya perkembangan daya saing tersebut maka pemerintah dan seluruh stakeholder terkait di dalam negeri akan dapat segera mengetahui masalah yang terjadi agar dapat segera diupayakan pemecahannya. Selain itu, pemerintah dan perusahaan BUMN semestinya memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada perusahaan di dalam negeri untuk menangani proyek-proyek pembangunan di lingkungannya, walaupun perusahaan lokal tersebut belum memiliki pengalaman. Sebab, kalau tidak pernah diberi kesempatan, kapan perusahaan itu memiliki pengalaman menangani proyek-proyek Engineering, Procurement and Construction (EPC).

Referensi :
  1. Majalah KINA Edisi 4 2008
  2. http://arifh.blogdetik.com/iman-taufik-kendala-non-teknis-penyebab-lemahnya-daya-saing-produk-dalam-negeri/

Kamis, 19 April 2012

Tas Lokal Berpotensi Masuki Pasar Ekspor


Tas lokal berpotensi memasuki pasar ekspor tampaknya bukanlah sesuatu yang mustahil, tapi suatu kenyataan yang bisa ditelusuri di sentra-sentra produksi industri kecil dan menengah di berbagai Propinsi.


Sebut saja misalnya Yogyakarta yang selama ini dikenal sebagai daerah tujuan wisata, ternyata dihuni sekitar 50 produsen tas dengan berbagai produk yang berpotensi untuk memasuki pasar ekspor.

Dari 50 produsen tas yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya, terdapat industri kecil Manggar Natural yang memproduksi 25 jenis tas, terutama berbahan baku rotan dan pandan. Usaha ini yang dikelola oleh Yovie, seorang ibu rumah tangga, didirikan pada akhir Oktober tahun 2008 setelah dia melihat peluang yang masih terbuka, terutama ditingkat menengah ke bawah.

Selain peluang pasar, dia mengaku kalau bisnis tas untuk keperluan wanita, didasari beberapa pertimbangan, pertama, tenaga terampil pembuat berbagai produk rotan banyak tersedia di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Kedua, proses produksi yang mudah dipelajari, dan ketiga, dimilikinya pengetahuan desain tas wanita. Lebih jauh Yovie mengatakan, ketika berkunjung ke sebuah desa di Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta, medio Juli 2008, ia menyaksikan banyak tenaga terampil yang tidak bekerja lagi. Padahal, pada kunjungan sebelumnya, April 2008, tenaga terampil tadi masih aktif memproduksi berbagai jenis barang dari rotan, seperti kursi, alat-alat kebutuhan rumah tangga, dan sebagainya. Di sisi lain, setelah mengunjungi beberapa produsen tas rotan, ia pun pada akhirnya mampu menguasai pengetahuan dibidang industri rotan. ” Tidak terlalu sulit untuk mempelajari teknis produksi tas rotan,” ujarnya.

Melihat potensi tenaga terampil dalam jumlah cukup besar yang sudah tidak bekerja lagi, ditambah pengetahuannya dibidang produksi dan desain, dengan memanfaatkan mereka sebagai pekerja.

Pada awalnya, produksi tas Manggar Natural masih terbatas pada pemenuhan pelanggan rental mobil yang didirikan Yovie pada tahun 1999. Para pelanggan rental inilah yang hingga saat ini masih membeli tas rotan sebagai oleh-oleh dari Yogyakarta. Selain itu, untuk keperluan masyarakat lainnya, dia juga menitipkan hasil produksinya ke sesama teman pengusaha, baik di Yogyakarta maupun Bali. Setelah kurang lebih tiga bulan produksi, ia pun mulai mencoba cara baru untuk memasarkan tas karya Manggar Natural yakni promosi via internet. Dikatakan cara baru, sebab pada waktu itu, pemasaran lewat internet belum begitu dikenal oleh para produsen sejenis di Yogayakarta.

Tampaknya, promosi melalui internet membawa berkah tersendiri bagi Manggar Natural. Sebab, lewat media inilah produk tas Manggar Natural secara bertahap mulai dikenal masyarakat luas. Tidak saja di Jakarta juga sampai ke Malaysia. Pengusaha asal Malaysia ini pernah berkomunikasi dengan Manggar Natural untuk pembelian barang contoh sebanyak 20 buah.


Berbagai cara rupanya terus ditempuh Yovie bersama staf, guna mempeluas pemasaran. Melengkapi berbagai upaya yang dilakoninya tadi, ternyata ia juga aktif mengikuti berbagai pameran yang digelar oleh berbagai event organizer maupun instansi pemerintah di Jakarta. Sebut saja misalnya, pameran produk kerajinan Inacraft, Plasa Perindustrian dan Plasa Promosi Kementerian Koperasi dan UKM (Smesco). ” Kami di Jakarta diberi kesempatan untuk berpromosi secara tetap oleh Kementerian Koperasi dan UKM di Gedung SMESCO, jalan Gatot Subroto” ujar Jovie penuh rasa gembira.

Berkat berbagai upaya yang terus dilakukannya, produk Manggar Natural kini semakin banyak diminati masyarakat. Karenanya, tidaklah mengherankan bila nilai penjualan tas Manggar Natural dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Menurut keterangan pimpinan usaha ini, pada tahun 2010 lalu omzet penjualan tas mencapai Rp 250 juta. Sedangkan pada tahun 2011 ini diperkirakan bisa mencapai Rp 375 juta atau mengalami kenaikan sebesar Rp 125 juta bila dibandingkan tahun 2010. ” Bagi kami yang hanya pengusaha kecil, kenaikan omzet sebesar itu dalam setahun tentunya sangat menggembirakan, sehingga bisa memacu semangat untuk bekerja lebih keras lagi pada tahun-tahun mendatang” kata Yovie.

Berbicara mengenai kemungkinan memasuki pasar ekspor, ia tampak begitu antusias. Namun di sisi lain dia mengakui pula bahwa, rencana pemasaran ke luar negeri baru mulai dirintisnya secara serius pada tahun 2011 ini. Pasalnya, sejak berdirinya pada Oktober 2008, konsentrasi pemasaran produk Manggar Natural masih tertuju ke pasar lokal guna mengisi kebutuhan masyarakat menengah-bawah.

Upaya memasuki pasar ekspor salah satunya ditempuh melalui keikutsertaan Manggar Natural pada pameran Hongkong Fashion Week, yang berlangsung di Hongkong, medio Juli 2011 yang lalu. Pada event internasional yang baru pertama kali diikutinya, Yovie memperoleh dukungan dari Kementerian Koperasi dan UKM.

Pada ajang pameran Hongkong Fashion Week, Yovie mendapat pembeli dari berbagai negara seperti Malaysia, Jepang, USA, dan Italia. Mereka pada umumnya membeli tas Manggar Natural masih dalam tahap perkenalan, sehingga tidak terjadi penjualan secara besar-besaran.

”Meski tidak terjadi penjualan dalam jumlah besar, namun respon mereka, pembeli asing, cukup bagus. Selain itu, berbagai masukan yang disampaikan pembeli asing merupakan hal positif untuk pengembangan pasar ke depan, terutama ekspor,” ujar Yovie. Ia mengungkapkan pula bahwa, pembeli asing pada Hongkong Fashion Week lebih menyukai produk dengan desain minimalis. Dengan desain seperti itu, tampilan tas akan menonjolkan kenaturalannya.

Terkait dengan rencananya untuk memasuki pasar ekpor, ia berharap kepada pemerintah kiranya dapat terus membantu promosi dan memberikan pembinaan kepada industri kecil tentang kiat-kiat memasuki pasar ekspor.

Kesimpulan :
Dengan memanfaatkan pengetahuan di bidang Industri rotan, Yovie membuka usaha Tas yang terbuat dari rotan dengan melihat potensi tenaga terampil dalam jumlah cukup besar yang sudah tidak bekerja lagi dan memanfaatkan mereka sebagai pekerja. Dalam proses produksinya pun mudah di pelajari. Dan guna memperluas pemasaran, ia mengikuti berbagai pameran yang digelar oleh berbagai event organizer maupun instansi pemerintah di Jakarta. Berkat berbagai upaya yang terus dilakukannya, produk Manggar Natural semakin di minati oleh masyarakat. Serta Nilai penjualan Manggar Natural dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. 

Referensi :
  1. Sumber Majalah KINA 2011
  2. http://arifh.blogdetik.com/tas-lokal-berpotensi-masuki-pasar-ekspor/