Banyak industri di dalam negeri yang kini mampu
memenuhi kebutuhan produk/jasa di dalam negeri dan mancanegara, baik menyangkut
segi kualitas maupun kuantitas. Namun sering kali para pengguna produk
tersebut, khususnya di dalam negeri sendiri lebih memilih untuk menggunakan
produk/jasa buatan luar negeri. Bukan karena produk/jasa tersebut tidak bisa
memenuhi standard spesifikasi yang dipersyaratkan pihak pengguna, tetapi karena
banyaknya kendala non teknis.
Kendala non teknis inilah yang kini menjadi penyebab
utama lemahnya daya saing produk Indonesia baik di pasar domestik maupun di
pasar global. Sebab, dari sisi teknologi produk (product technology) maupun
teknologi manufaktur (manufacturing technology), banyak industri di dalam
negeri yang sudah mampu menguasainya. Apalagi, dalam dunia industri unsur
sentuhan teknologi itu pada prinsipnya tidak banyak berbeda dengan sebuah
produk mengingat teknologi bisa dengan mudah dibeli. Namun setinggi apapun
teknologi yang dipergunakan, selama kendala non teknis tersebut tidak segera
diatasi, maka selama itu pula lah produk/jasa Indonesia akan sulit bersaing
dalam memenuhi permintaan pasar lokal maupun ekspor.
Fakta itulah yang kini menjadi keprihatinan mendalam
bagi Iman Taufik, salah seorang tokoh pelaku industri nasional yang sukses
dalam membangun dan mengembangkan PT Gunanusa Utama Fabricators dan PT Tripatra
Engineering, dua perusahaan industri rekayasa terkemuka di tanah air saat ini.
Iman menjelaskan kendala non teknis dimaksud antara
lain adalah masih rendahnya akses pemasaran, akses informasi, dan belum
terbukanya kesempatan bagi perusahaan nasional dalam menangani proyek-proyek
Engineering, Procurement and Construction (EPC). Selain itu, masih maraknya
pungutan liar, korupsi, kolusi dan nepotisme, rumitnya masalah perpajakan dan
lemahnya infrastruktur serta belum terciptanya iklim usaha yang kondusif dan
bersahabat bagi para pelaku usaha telah mengakibatkan industri di dalam negeri
kehilangan daya saingnya.
Menurut Iman, data terakhir yang dilansir IMD World
Competitiveness Yearbook 2006 menyebutkan daya saing Indonesia dalam kurun
waktu lima tahun terakhir ini terus memperlihatkan penurunan dari posisi ke-47
pada tahun 2002 menjadi di posisi ke-60 pada tahun 2006. Posisi tersebut berada
jauh di bawah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
Pemerintah dan seluruh stakeholder industri nasional,
kata Iman, seharusnya terus memonitor kondisi daya saing industri di dalam
negeri dan menganalisa berbagai penyebab terjadinya penurunan daya saing
ekonomi Indonesia itu. Dengan terus dimonitornya perkembangan daya saing
tersebut maka pemerintah dan seluruh stakeholder terkait di dalam negeri akan
dapat segera mengetahui masalah yang terjadi agar dapat segera diupayakan
pemecahannya.
“Kekalahan industri nasional dalam peta daya saing
dunia saat ini sebetulnya tidak terletak pada penguasaan teknologi. Sebab
teknologi sebetulnya sudah banyak yang kita kuasai. Bahkan saya sangat
terkagum-kagum ketika menyaksikan sebuah usaha kecil menengah (UKM) di
Kabupaten Tegal, Jawa Tengah mampu membuat mesin diesel yang produknya
dipamerkan di sela-sela peringatan Hari Koperasi di Pekalongan belum lama ini,”
tutur Iman.
Selama ini, tambah Iman, masyarakat Indonesia sering kali salah kaprah dalam menyikapi perkembangan dan kemajuan teknologi. Bahkan seringkali masyarakat mendewakan perkembangan teknologi. Padahal teknologi itu tidak ada bedanya dengan sebuah produk hasil industri yang bisa diperjualbelikan kapan saja dan dimana saja.
Menurut Iman, instansi pemerintah dan perusaahaan BUMN
di dalam negeri yang memiliki rencana membangun instalasi tertentu cenderung
lebih mempercayakan proyek pembangunannya kepada perusahaan asing. Dengan
alasan tidak mempunyai pengalaman dalam proyek serupa atau tidak menguasai
teknologinya, instansi pemerintah atau BUMN tersebut lebih memilih perusahaan
asing dalam pengerjaan proyeknya.
Iman mencontohkan perusahaanya, PT Gunanusa Utama
Fabricators yang selama ini banyak menangani proyek-proyek EPC untuk
pembangunan anjungan lepas pantai (offshore platform) berbagai perusahaan asing
terkemuka di sektor minyak dan gas, tidak pernah dipercaya menangani proyek EPC
dari BUMN migas nasional. Padahal volume maupun nilai proyek yang ditangani PT
Gunanusa Utama Fabricators selama ini mencapai ratusan juta US$ setiap
tahunnya.
“Seharusnya pemerintah dan perusahaan BUMN memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada perusahaan di dalam negeri untuk menangani
proyek-proyek pembangunan di lingkungannya, walaupun perusahaan lokal tersebut
belum memiliki pengalaman. Sebab, kalau tidak pernah diberi kesempatan, kapan
perusahaan itu memiliki pengalaman menangani proyek-proyek seperti itu,” tutur
Iman.
Kondisi tersebut, tegas Iman, memperlihatkan bahwa
upaya pemberdayaan produksi dalam negeri yang dilakukan pemerintah selama ini
masih sebatas hanya slogan. Sebab, fakta di lapangan memperlihatkan bahwa
program penggunaan produk dalam negeri memang tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Iman mengharapkan pemerintah lebih kongkrit lagi dalam menjalankan
program penggunaan produk dalam negeri, tidak hanya sekadar slogan-slogan
seperti dilakukan selama ini.
“Upaya untuk lebih mengkongkritkan program penggunaan
produk dalam negeri kini memang sudah mulai terlihat khususnya dalam
proyek-proyek pengadaan barang/jasa di lingkungan intansi pemerintah, BUMN,
BUMD dll. Hal itu terlihat dengan dikeluarkannya sejumlah kebijakan pemerintah
menyangkut program tersebut. Namun harus kita akui masih diperlukan upaya yang
lebih keras lagi dari seluruh jajaran pemerintah agar program tersebut bisa
berjalan dengan baik,” demikian Iman.
Kesimpulan :
Kendala Non Teknis sering kali menjadi penyebab utama
lemahnya daya saing produk Indonesia baik di pasar domestik maupun di pasar
global. Faktor-faktor yang menyebabkan Kendala Non Teknis, antara lain :
- Masih rendahnya akses pemasaran dan akses informasi.
- Belum terbukanya kesempatan bagi perusahaan nasional dalam menangani proyek-proyek Engineering, Procurement and Construction (EPC).
- Masih maraknya pungutan liar, korupsi, kolusi, nepotisme.
- Rumitnya masalah perpajakan.
- Lemahnya infrastruktur.
- Belum terciptanya iklim usaha yang kondusif.
Seharusnya Pemerintah dan seluruh stakeholder industri
nasional terus memonitor kondisi daya saing industri di dalam negeri dan
menganalisa berbagai penyebab terjadinya penurunan daya saing ekonomi
Indonesia. Dengan terus dimonitornya perkembangan daya saing tersebut maka
pemerintah dan seluruh stakeholder terkait di dalam negeri akan dapat segera
mengetahui masalah yang terjadi agar dapat segera diupayakan pemecahannya.
Selain itu, pemerintah dan perusahaan BUMN semestinya memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada perusahaan di dalam negeri untuk menangani proyek-proyek
pembangunan di lingkungannya, walaupun perusahaan lokal tersebut belum memiliki
pengalaman. Sebab, kalau tidak pernah diberi kesempatan, kapan perusahaan itu
memiliki pengalaman menangani proyek-proyek Engineering, Procurement and
Construction (EPC).
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar