Yogyakarta selama ini lebih dikenal sebagai daerah
tujuan wisata dengan produk-produk kerajinan sebagai pendukung berkembangnya
industri pariwisata. Berbagai jenis produk kerajinan yang cukup terkenal,
seperti perak, gerabah, produk kulit dan batik, di samping obyek wisata itu
sendiri, seperti candi prambanan, candi borobudur di Magelang, dan sebagainya,
telah menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun internasional.
Coklat Monngo
Bila ditelusuri lebih jauh, ternyata Yogyakarta juga
memiliki banyak usaha kecil dan menengah pengolahan pangan yang tidak kalah
terkenal dibandingkan dengan produk kerajinan. Makanan khas Yogyakarta seperti
bakpia, gudeg, dan sebagainya, hampir bisa dipastikan banyak diburu wisatawan,
terutama wisatawan lokal. Belum lagi berbagai panganan lain berbahan baku
singkong seperti tela crezz, cokro tela cake, dan kasava brownies tela, banyak
tersedia diberbagai pertokoan maupun pusat perbelanjaan sejak lima tahun belakangan
ini.
Nah, di luar produk makanan olahan tadi, Yogyakarta
juga mampu memunculkan produk makanan berbahan baku coklat, yakni coklat dengan
merek dagang “ Monggo”. Untuk produk yang satu ini, mungkin belum banyak
wisatawan mengetahuinya. Pasalnya, tidak banyak investor yang tertarik untuk
berbisnis coklat di daerah Yogyakarta.
Baru pada tahun 2005, seorang warga negara asing
keturunan Perancis-Belgia, Mr Thierry, mau menginvestasikan modalnya untuk
memproduksi coklat. Pada awalnya, ia datang ke Yogyakarta sebagai wisatawan.
Namun, dari beberapa kali kunjungannya ke Yogyakarta, ia akhirnya berhasil
mempersunting gadis asal Yogyakarta.
Sejak perkawinannya itu, ia bersama istri dan
keluarganya hingga saat ini menetap di Yogyakarta, dan membangun bisnis coklat
meski dalam skala usaha kecil. Coklat produksi CV Anugerah Mulia yang
dikomandani oleh Thierry, menggunakan merek dagang Monggo. Menurutnya, monggo
adalah kata yang mengekspresikan keramahan tradisi Jawa.
Bisnis coklat monggo yang digelutinya sejak tahun
2005 itu, dibangun dengan dasar pemikiran, mengapa Indonesia harus mengimpor
coklat? Padahal, Indonesia yang dia ketahui memiliki sumber daya alam yang
melimpah, termasuk cocoa. Di beberapa propinsi, lanjut Thierry, seperti
Sulawesi Selatan, Sumatera, dan lain-lain, cocoa banyak dihasilkan petani
maupun perkebunan berskala besar.
Dengan latar belakang seperti itu ditambah pengetahuannya
tentang pembuatan coklat olahan, ia pun mulai memproduksi coklat monggo di
Yogyakarta dengan mesin dan peralatan sederhana. Lewat pengelolaan usaha yang
professional, usaha yang dikembangkan Thierry, ternyata cukup berhasil di pasar
dalam negeri. Meski harus bersaing dengan produsen sejenis dari dalam negeri
maupun coklat impor, tapi coklat monggo memiliki basis pasar yang kuat di
beberapa daerah di dalam negeri.
Selain di Yogyakarta sendiri, coklat monggo
juga merambah pasar di Jakarta, Surabaya, Bali, Lombok dan Balikpapan,
Kalimantan Timur. Menurut penuturan Vinna Indra, Manajer pemasaran CV Anugerah
Mulia, penjualan coklat monggo ke daerah-daerah tadi mencapai lebih dari 5 ton
per bulan. Sebagai ilustrasi, tambahnya, pasar Bali dan Lombok, masing-masing
mampu menyerap sebanyak 2 ton per bulan. “ Dengan pangsa pasar yang cukup baik,
omzet penjualan per bulan pada tahun 2011 ini, sedikitnya mencapai Rp 250 juta,
kata Vinna Indra kepada reporter Majalah Kina ketika ditemui pada pameran
Kampoong Industry, di Nusadua, Bali, belum lama ini.
Menjawab pertanyaan tentang keunggulan coklat
monggo, Vinna menyebut memanfaatkan bahan baku yang berkualitas tinggi
yakni premium dark chocolate. Dalam pembuatannya, selain menggunakan bahan baku
tersebut, juga memanfaatkan mentega cocoa murni. “ Setiap varian produk
mempunyai keunikan tersendiri dari citarasa asli bahan-bahan lokal yang
merupakan kreasi dari ahli coklat Belgia,” ujar Vinna, mengakhiri
bincang-bincangnya bersama Kina.
Melihat perkembangan usaha yang cukup pesat, CV
Anugerah Mulia, berencana akan mendirikan perkebunan cocoa di Kaliurang
Yogyakarta. Namun, rencananya itu rupanya belum kesampaian karena letusan
Gunung Merapi yang telah merusak daerah Kaliurang.(Gns)
Kesimpulan :
Dengan memanfaatkan hasil Sumber Daya Alam yang
melimpah, seperti cocoa. Kita dapat membuat coklat yang kelezatannya tidak
kalah dari coklat impor. Lewat pengelolaan usaha yang professional, usaha
coklat ternyata cukup berhasil di pasar dalam negeri. Meski harus bersaing dengan
produsen sejenis dari dalam negeri maupun coklat impor, tapi coklat monggo memiliki basis pasar yang kuat di beberapa daerah di dalam
negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar