Indonesia sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu
negara penghasil batik terkemuka di dunia. Hal itu tidak terlepas dari kiprah
ribuan pengusaha batik di tanah air yang selama puluhan tahun menggeluti usaha
tersebut. Namun dari ribuan pengusaha batik itu, hanya segelintir pengusaha
saja yang berhasil mengembangkan usahanya dengan membangun citra mereknya
sendiri hingga dikenal di pasar mancanegara.
Salah satu
pengusaha batik yang kini berhasil menyandang nama besar itu adalah H. Santosa,
juragan batik asal kota Solo, Jawa Tengah yang telah berhasil membangun dan
mengembangkan industri batik dengan merek dagang ‘Batik Danar Hadi’. Masyarakat Indonesia dan para pecinta batik dunia
mengenal merek Batik Danar Hadi karena memiliki kualitas tinggi sehingga
menempatkan merek batik ini di jajaran elit di pasar Batik Nasional maupun Global.
H. Santosa menuturkan perjalanan sejarah perusahaannya
yang ia bangun bersama istrinya mulai dari nol dan kunci rahasia sukses dalam
membangun dan mengembangkan ‘Batik Danar Hadi’. H. Santosa (kini berusia 64
tahun) mulai merintis usaha Batik Danar Hadi pada tahun 1967, pada usia 26
tahun, setelah menikahi wanita idamannya, Danarsih. Nama istrinya itu pula yang
memberikan inspirasi kepada Santosa dalam memberi nama usaha batiknya itu
dengan mengambil dua suku kata pertama nama istrinya dan diembel-embeli dengan
nama depan bapak mertua (ayah istrinya). Jadilah nama ‘Batik Danar Hadi’
sebagai merek batik produksi Santosa.
Ketika memulai usaha Santosa masih sebagai mahasiswa
tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi di Fakultas Ekonomi Universitas
Padjadjaran, Bandung. Namun desakan ekonomi dan rasa tanggung jawab terhadap
keluarga yang mendorong Santosa untuk lebih memfokuskan perhatiannya kepada
usaha batik yang baru saja ia dirikan. Kegiatan penyusunan skripsinya yang
sudah mencapai tahap akhir pun terpaksa ia tinggalkan begitu saja.
Dunia usaha batik memang bukan barang baru bagi
Santosa. Sebab, kakeknya bernama Wongsodinomo juga memiliki usaha batik
walaupun usaha batik yang digeluti kakeknya lebih cenderung mengarah ke arah
seni batik. Selain itu, istri Santosa juga berasal dari keluarga pengusaha
batik. Dengan berbekal pengalaman keluarga yang pernah ia saksikan dalam
mengelola usaha batik ditambah dengan kreatifitas, inovasi dan kemauan keras
serta pengetahuan manajemen perusahaan yang diperolehnya selama duduk di bangku
kuliah, telah memantapkan tekad Santosa untuk menggeluti bidang tersebut.
Keputusan Santosa untuk terjun ke dunia usaha batik
ketika itu sebetulnya dapat dinilai merupakan keputusan yang sangat berani.
Sebab, situasi ekonomi pada saat itu sedang tidak kondusif bagi usaha
perbatikan dimana banyak usaha batik yang gulung tikar akibat permintaan pasar
yang sedang lesu. Namun kondisi itu tidak menyurutkan tekad Santosa untuk
mengembangkan usaha batiknya, karena Santosa yakin usaha batik di dalam negeri
akan kembali bergairah apabila diberi sentuhan-sentuhan inovasi baru yang
sesuai dengan selera pasar. Keyakinan Santosa tersebut ternyata terbukti.
Dengan berbagai sentuhan desain dan motif baru hasil pengembangan Santosa,
pasar batik di dalam negeri kembali bergairah. Setahap demi setahap merek Batik
Danar Hadi mulai dikenal konsumen. Permintaan produk batik dengan merek Batik
Danar Hadi pun terus mengalami peningkatan hingga akhirnya merek Batik Danar
Hadi dikenal secara luas di masyarakat.
Sukses yang dicapai Santosa ini kemudian menjadi acuan
para pengusaha batik lainnya. Secara perlahan tapi pasti, para pengusaha batik
baru pun mulai bermunculan. Bahkan para pengusaha batik yang sempat menutup
usahanya pun kembali tergerak untuk membuka kembali usaha batiknya.
Santosa memulai usaha batiknya dengan mempekerjakan 20
orang karyawan yang terdiri dari pembatik, pencelup dan penggambar motif.
Kegiatan usaha batik Santosa diawali dengan memproduksi batik tulis Wonogiren.
Di luar dugaan, batik tulis motif Wonogiren adalah produksi perdana Santosa
dengan merek Batik Danar Hadi laku keras di pasar. “Batik tulis Wonogiren ini
ternyata sangat disenangi pasar. Kami menerima pesanan sampai ribuan kodi,”
kata Santosa mengenang masa-masa awal kegiatan usahanya.
Setelah sukses dengan batik tulis Wonogirennya, untuk
mengembangkan industri batiknya sekaligus untuk meningkatkan kemampuan produksi
batik yang makin diminati pasar, maka pada tahun 1968 Santosa membuka
perkampungan batik –mirip sentra industri kerajinan batik yang berada di
perkampungan penduduk di sekitar rumah Santosa—yang dikelola oleh PT Batik
Danar Hadi. Kemudian pada 1970 Santosa juga mendirikan sentra usaha batik di
Masaran, Sragen, Jawa Tengah.
Selanjutnya pada tahun 1975 Santosa juga mendirikan
sentra usaha batik di Pekalongan yang memproduksi berbagai jenis dan motif
batik. Pendirian sentra usaha batik ini tidak lepas dari adanya tuntutan pasar
sejalan dengan makin meluasnya penggunaan kain batik untuk pakaian. Hal itu
juga sangat terkait dengan mulai masuknya kain batik ke dunia mode (fashion),
khususnya penggunaan kain batik dalam pembuatan kemeja pria dan berbagai
pakaian wanita mulai dari atasan, rok/gaun, baju pesta dll.
Untuk mempromosikan penggunaan kain batik untuk
pakaian, Santosa pun mulai menggelar sejumlah kegiatan peragaan busana (fashion
show) yang menggunakan kain batik seperti di sejumlah hotel di Singapura, di
Hotel Indonesia dan Hotel Borobudur Jakarta dll.
Guna lebih mengefektifkan kegiatan peragaan busana
dalam rangka memperkuat kegiatan promosi penggunaan kain batik, Santosa
melakukan kerjasama dengan sejumlah desainer seperti Hari Darsono dan Prayudi
dalam menggelar sejumlah Fashion Show. Selain itu, Santosa pun mulai melirik
bisnis ritel kain dan pakaian jadi batik dengan membuka sejumlah outlet seperti
di Jl. Raden Saleh dan kawasan Tebet, Jakarta (tahun 1975). Selain di Jakarta
sendiri (kini juga ada di Jl. Melawai Raya dan Jl. Wijaya I), kini
outlet-outlet tersebut sudah berkembang ke berbagai kota lain seperti Semarang,
Yogyakarta, Medan, Surabaya, Bali dll., bahkan Santosa pun sempat membuka
sejumlah outlet di luar negeri, seperti di Singapura dan di Jedah.
Kegiatan eskpor batik pun sudah digeluti Santosa sejak
lama dan kini sudah ada pembeli tetap berbagai produk batik Danar Hadi di luar
negeri. Kegiatan ekspor batik yang kini dilakukan Santosa secara rutin antara
lain ke Amerika Serikat, Italia dan Jepang. Dengan terus berkembangnya usaha
batik, baik di dalam maupun di luar negeri, maka jumlah karyawan yang bekerja
di perusahaan Santosa pun terus meningkat dari awalnya hanya 20 orang karyawan,
kini menjadi lebih dari 1.000 orang di seluruh tanah air.
Santosa tidak segan-segan mengungkapkan resep
keberhasilannya. “Saya sebetulnya sangat mencintai pekerjaan saya ini yang saya
anggap sebagai sesuatu yang sangat special. Saya mencintai kegiatan processing
maupun membuat desain batik. Namun agar dapat laku di pasar maka kegiatan
produksi batik itu mulai dari pembuatan desain, motif maupun warnanya harus
selalu mengikuti trend dan permintaan pasar,” kata pria kelahiran Solo, 7
Desember 1941, anak ke-5 dari 10 bersaudara putra dari pasangan dr. Doelah dan
Ny. Fatimah.
Santosa mengaku dalam proses penciptaan kreasi-kreasi
dan inovasi batik, dirinya tidak pernah mengerjakannya sendirian tapi selalu
bekerjasama dengan para desainer di perusahaannya. “Saat ini kami memiliki
sekitar 30 tenaga desainer. Mereka adalah para desainer professional dan sangat
terampil memanfaatkan teknologi komputer dalam menciptakan kreasi-kreasi dan
inovasi baru di dunia perancangan mode,” tutur bapak dari empat anak ini.
Selain itu, dalam mempertahankan kualitas produk
batiknya, Santosa juga selalu menerapkan konsep batik asli dalam kegiatan
produksi batik Danar Hadi. Sebab, berdasarkan pengalaman, banyak pengusaha
batik tidak dapat bertahan lama karena mereka tidak menggunakan proses batik
yang asli dan tidak mengikuti trend permintaan pasar baik menyangkut motif
maupun warna. Proses batik yang asli adalah metode batik Indonesia mulai dari
penggambaran motif, penempelan lilin, pencelupan dst. Dengan proses batik asli
tersebut Batik Danar Hadi sendiri kini memproduksi berbagai jenis batik mulai
dari batik bermotif pedalaman (kraton) sampai dengan batik pesisiran.
Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki, Santosa
mengaku yakin batik Indonesia masih bisa terus berkembang asalkan industri
batik di dalam negeri bisa mengikuti selera pasar. Karena batik itu bukan hanya
untuk dipakai sendiri tapi oleh konsumen. Karena itu, industri batik harus
mengikuti selera konsumen.
“Saya tidak khawatir dengan batik dari luar negeri
karena perkembangan motif dan industri batik di Indonesia sudah jauh lebih maju
dari luar negeri. Kita juga tidak perlu takut karena teknik batik Indonesia
jauh lebih unggul dari teknik batik luar negeri. Namun demikian, kita harus
terus berupaya untuk maju dan mengikuti trend dan selera pasar. Selama kita melaksanakan
dengan baik, maka kita tidak perlu khawatir dengan batik-batik dari negara
lain,” tegas Santosa.
Industri batik Indonesia juga tidak boleh dibiasakan
untuk meniru, sebaliknya harus selalu terpacu untuk membuat sesuatu yang baru.
Karena aspek originalitas itu selalu mempunyai tempat tersendiri di pasar.
Namun demikian Santosa mengaku tidak keberatan apabila ide-ide batiknya ditiru
orang lain. “Malah saya bersyukur kalau hasil kreasi saya ditiru orang lain.
Karena, itu berarti ide-ide saya berguna bagi orang lain.”
Untuk melestarikan budaya dan seni batik nasional,
pada tahun 1999 Santosa mendirikan museum batik di kota Solo yang lokasinya
persis di samping rumah kediamannya. Museum batik Danar Hadi itu kini memiliki
lebih dari 10.000 koleksi batik dari berbagai daerah di seluruh Indonesia
disamping koleksi motif batik produksi Danar Hadi sendiri.
Museum batik tersebut didirikan Santosa sebagai wujud dari kecintaan Santosa terhadap batik Indonesi agar suatu kelak nanti anak cucunya dapat melihat karya besarnya serta meneruskan tradisi batik keluarganya.
Kesimpulan :
Dengan tekad dan kemauan keras apapun yang kita
lakukan sunguh-sungguh pasti akan membuahkan hasil ..
Referensi :
Majalah KINA Edisi 4 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar